Tangerang, bbiterkini – Keberadaan PT Keycoco Mas Indonesia, perusahaan eksportir arang yang berlokasi di Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang, kini tengah menuai sorotan. Alih-alih membawa dampak positif bagi ekonomi lokal, perusahaan ini justru diduga beroperasi tanpa izin produksi serta tanpa mengantongi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), sebuah dokumen vital bagi industri ramah lingkungan.
Tak hanya masalah perizinan, kepatuhan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pun dipertanyakan. Sebagai eksportir, kepatuhan terhadap regulasi seharusnya menjadi prioritas. Namun, dengan dugaan pelanggaran tata ruang yang terjadi, muncul tanda tanya besar terkait komitmen perusahaan terhadap aturan yang berlaku.
Buruh Tanpa Perlindungan dan Kepastian
Di balik aktivitas produksi arang, kondisi para pekerja menjadi sorotan utama. Puluhan buruh harian lepas bekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) memadai, meningkatkan risiko kecelakaan kerja yang mengintai setiap saat. Lebih parah lagi, ketidakpastian status kerja mereka berimbas pada minimnya jaminan sosial, termasuk BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya menjadi hak pekerja.
Seorang buruh yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa mereka menerima upah harian antara Rp55.000 hingga Rp60.000, dibayarkan secara mingguan. "Di sini ada 30 orang, gaji ada yang Rp55 - 60 ribu, dibayar mingguan jadi Rp360 ribu, kerja baru dua minggu," ungkapnya, Rabu (14/5/2025).
Arang untuk Kosmetik?
Menariknya, salah satu warga setempat mengklaim bahwa briket arang yang diproduksi digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik untuk ekspor. Jika benar, hal ini menambah dimensi lain pada isu tersebut, mengingat standar keamanan bahan baku kosmetik yang sangat tinggi.
Dampak Lingkungan dan Potensi Sanksi
Selain aspek ketenagakerjaan, potensi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan juga menjadi perhatian. Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang terkait pengelolaan limbah B3 mengatur ancaman hukuman penjara hingga tiga tahun dan denda Rp3 miliar bagi pelanggar. Meski produksi arang mungkin tak menghasilkan limbah B3, penanganan limbah yang tidak tepat tetap berisiko mencemari lingkungan sekitar.
Pemerintah Siap Bertindak
Deden, Pengawas UPTD Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang, mengaku baru mengetahui keberadaan pabrik tersebut dan berjanji akan segera melakukan pengecekan terkait izin serta kondisi tenaga kerja. "Kami akan cek semuanya, terutama hak tenaga kerja yang mungkin diabaikan," ujarnya.
Kasus ini menjadi cerminan betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap industri lokal. Transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi harus menjadi prioritas demi melindungi pekerja serta memastikan keberlanjutan lingkungan.*****