![]() |
| Wahyu Priyatna |
Penulis : Wahyu Priyatna Mahasiswa Unpam
SERANG, bbiterkini.com - Dalam dinamika pemerintahan modern, masyarakat kini menaruh harapan pada sosok pemimpin yang tidak sekadar memberi perintah, melainkan mampu menginspirasi, menggerakkan, dan menumbuhkan semangat perubahan di lingkungannya. Demokrasi menuntut lahirnya figur pemimpin yang dapat membangun kesadaran kolektif, bukan hanya menjalankan kekuasaan. Karena itu, gaya kepemimpinan transformasional muncul sebagai model ideal untuk menjawab kebutuhan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, dan berorientasi pada kemajuan.
Kepemimpinan transformasional berfokus pada perubahan nilai dan perilaku dalam organisasi. Pemimpin dengan gaya ini tidak hanya mengejar target administratif, tetapi berusaha menumbuhkan rasa memiliki terhadap visi bersama. Dalam konteks pemerintahan, hal tersebut berarti menciptakan aparatur yang bukan sekadar pelaksana kebijakan, melainkan penggerak inovasi dan pelayanan publik yang berintegritas. Pemimpin transformasional menumbuhkan motivasi internal, bukan ketakutan akan hukuman.
Dalam sistem demokrasi, nilai-nilai seperti transparansi, tanggung jawab, dan partisipasi publik menjadi pilar utama. Namun, nilai-nilai itu sulit diwujudkan bila pola kepemimpinan masih bersifat transaksional—hubungan antara atasan dan bawahan sebatas pertukaran kepentingan. Sebaliknya, kepemimpinan transformasional menumbuhkan hubungan yang dilandasi rasa saling percaya dan saling menghargai. Pemimpin bertindak sebagai panutan moral yang menginspirasi bawahannya untuk bekerja dengan dedikasi, bukan sekadar memenuhi kewajiban.
Kita dapat melihat contoh nyata dari pemimpin yang sukses mengubah birokrasi menjadi lebih adaptif dan inovatif. Mereka tidak hanya menyuruh, tetapi juga menumbuhkan keyakinan bahwa perubahan adalah kebutuhan bersama. Mereka mendorong kerja sama lintas lembaga, memberi ruang bagi ide-ide segar, dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Di Indonesia, model kepemimpinan seperti ini amat relevan untuk menghadapi tantangan zaman: mulai dari digitalisasi pelayanan publik hingga meningkatnya tuntutan transparansi dari warga negara.
Meski demikian, menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dalam pemerintahan bukan tanpa hambatan. Budaya birokrasi yang hierarkis dan prosedural sering kali menghambat ruang inovasi. Oleh karena itu, pemimpin perlu memiliki keberanian untuk mematahkan pola lamadan menanamkan budaya kerja yang lebih terbuka serta kolaboratif. Transformasi sejati bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga soal teladan dan komunikasi yang memotivasi.
Pada akhirnya, kualitas demokrasi tidak cukup diukur dari seberapa sering rakyat ikut memilih, tetapi dari seberapa besar mereka merasa didengar dan dilibatkan dalam proses pemerintahan. Pemimpin transformasional mampu menghadirkan makna baru dalam demokrasi membangun rasa percaya, menumbuhkan partisipasi, dan membawa semangat perubahan dari dalam. Dengan gaya kepemimpinan seperti ini, pemerintahan tidak hanya berjalan sesuai prosedur, tetapi juga berjiwa melayani dan berorientasi pada kemajuan bersama.
